BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator yang
paling penting untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang obstetri. Menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat Statistik (BPS)
angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515
ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir setiap menit
karena komplikasi kehamilan dan persalinannya. Sedangkan angka kematian bayi di
Indonesia pada tahun 2007 2-5 kali lebih tinggi mencapai 34 per 1000 kelahiran
hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO yaitu sebesar 15% per kelahiran
hidup (Suprayitno, 2007).
Adapun penyebab kematian perinatal adalah kelainan kongenital,
prematuritas, trauma persalinan, infeksi, gawat janin dan asfiksia neonatorum.
Terjadinya gawat janin di sebabkan oleh induksi persalinan, infeksi pada ibu,
perdarahan, insufisiensi plasenta, prolapsus tali pusat, kehamilan dan
persalinan preterm dan postterm. Persalinan postterm menunjukkan bahwa
kehamilan telah melampaui waktu perkiraan persalinan menurut hari pertama
menstruasinya. Ballantyne 1902 seperti dikutip Manuaba, seorang bidan
Scotlandia, untuk pertama kali menyatakan bahwa janin yang terlalu lama dalam
kandungan dapat membahayakan dirinya dan ibunya saat persalinan berlangsung.
Kemudian berturu-turut 1950 Clifford mengemukakan tentang sindrom postterm
baby, sedangkan 1960 Mc Clure menyatakan bahwa angka kematian bayi dengan
kehamilan postdate semakin meningkat (Manuaba, 2007).
Menurut WHO persalinan postterm adalah keadaan yang menunjukkan bahwa
kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari
hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata
28 hari. Defenisi ini didasarkan pada hasil observasi epidemiologi yang
membuktikan bahwa persalinan postterm dengan disertai gawat janin mempunyai
kontribusi terhadap out come kesehatan yang buruk atau 10% dari persalinan
adalah persalinan postterm (Hidayat, 2009).
Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya persalinan postterm
diantaranya faktor ibu adalah karena hanya sebagian kecil ibu yang mengingat
tanggal menstruasi pertamanya dengan baik dan adanya gangguan terhadap
timbulnya persalinan seperti pengaruh esterogen, oksitosin dan saraf uterus.
Banyaknya kasus persalinan postterm di Indonesia yang tidak dapat ditegakkan
secara pasti diperkirakan sebesar 22% (Prawirohardjo, 2008).
Beberapa ahli dapat menyatakan bahwa persalinan preterm akan
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Seringnya
kesalahan dalam mendefinisikan postterm diperlukan deteksi sedini mungkin untuk
menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika taksiran persalinan
telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat
diandalkan bidan harus tetap siaga pada reabilitas taksiran persalinan
tersebut. Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati
seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu. Penyebab kematian
tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang
paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007).
Bertolak dari pernyataan diatas, maka penulis sebagai calon bidan dalam
rangka mempersiapkan diri sebagai seorang bidan yang terampil dan memiliki
keahlian diberikan penugasan untuk melakukan pembinaan pada seorang ibu
bersalin . Melalui pembinaan tersebut penulis dapat memahami berbagai proses yang
terjadi selama ibu hamil dan bersalin, sehingga dapat menerapkan asuhan
kebidanan yang tepat dan aman.
2. Tujuan
a. Tujuan Khusus
Tujuan dari makalah
tentang posterm ini, yaitu untuk mengetahui dan mempelajari tentang posterm
serta mempelajari penggunaan manajemen asuhan kebidanan varney pada kasus
posterm.
b. Tujuan Umum
Ø Untuk mengetahui apa itu postterm.
Ø Untuk mengetahui komplikasi serta faktor
patofisiologi postterm dalam kehamilan baik pada ibu maupun pada janinnya.
Ø Untuk mempelajari manajemen asuhahan kebidanan
vaney pada kasus postterm ini.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
1.
Defenisi
Persalinan
postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan pada janin
terdapat tanda postmaturitas (Manuaba, 2007).
Definisi
standar untuk kehamilan dan persalinan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari
pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan
(postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai
lama kehamilan dan maturitas janin ( Varney Helen, 2007).
Persalinan
postterm menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau
lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan
siklus haid rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2008).
2.
Insiden
Angka
kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data
statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi
ketimbang dalam kehamilan cukup bulan, dimana angka kematian kehamilan lewat
waktu mencapai 5 -7 %. Variasi insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.
3.
Etiologi
Menurut
Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008) faktor penyebab
kehamilan postterm adalah :
3.1 Pengaruh Progesteron
Penurunan
hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin
yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin , sehingga terjadinya kehamilan dan
persalinan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
3.2 Teori Oksitosin
Pemakaian
oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau
dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor
penyebabnya.
3.3 Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam
teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan
adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin.
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anansefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada
janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
3.4 Saraf Uterus
Tekanan
pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi
uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada
kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya
diduga sebagai penyebabnya.
3.5 Heriditer
Beberapa
penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seseorang
ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya mengalami kehamilan postterm.
4.
Diagnosa
Tidak jarang seorang bidan mengalami kesulitan dalam menentukan
diagnosis karena diagnosis ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan
terhadap kondisi kehamilan. Diagnosis dapat ditentukan melalui (Prawirohardjo,
2008) :
4.1
Riwayat Haid
Diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan apabila hari pertama haid
terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat
dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain,
Ø
Penderita
harus yakin betul dengan HPHT-nya
Ø
Siklus 28
hari dan teratur
Ø
Tidak minum
pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus
Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seseorang penderita yang ditetapkan sebagai
kehamilan dan persalinan postterm kemungkinan adalah sebagai berikut:
Ø
Terjadi
kesalahan dalam menetukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
abnormal.
Ø
Tanggal haid
terakhir diketahui jelas, tetapi terjad kelambatan ovulasi.
Ø
Tidak ada
kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat bulan
(keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan
postterm).
4.2
Riwayat
Pemerikasaan Antenatal
4.2.1
Tes Kehamilan
Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka
dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
4.2.2
Gerak Janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18
minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk
menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida
atau ditambah 24 minggu pada multigravida.
4.2.3
Denyut
Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laenec DJJ dapat didengar mulai umur 18-20 minggu, sedangkan
dengan Doppler dapat terdengar pada umur kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3
atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Ø
Telah lewat
36 minggu sejak tes kehamilan positif.
Ø
Telah lewat
32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
Ø
Telah lewat
24 minggu sejak dirasakan gerakan janin pertama kali.
Ø
Telah lewat
22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec.
4.3
Tinggi Fundus
Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap
bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar.
4.4
Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak
trimester pertama,hamper dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester
pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan
ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
4.5
Pemeriksaan
Radiologi
Dapat dilakukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifiisis
femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu,
epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu dan epifisis
kuboid pada kehamilan 40 minggu.
4.6
Pemeriksaan
Laboratorium
4.6.1
Kadar
lesitin/spinngomielin
Bila lesitin/spinngomielin dalam cairan amniom kadarnya sama, maka umur
kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32
minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1 . Pemeriksaan ini tidak
dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk
menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan
dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
4.6.2
Aktivitas
tromboplastin cairan amniom
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan.
Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila
didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung
lewat waktu.
4.6.3
Sitologi
cairan amnion
Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan
amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan
diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu
atau lebih.
4.6.4
Sitologi
vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai
sensitivitas 75 %. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat, dipakai
untuk menentukan usia gestasi.
5. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada persalinan postterm adalah:
5.1
Terhadap Ibu
Persalinan
postterm dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak terkoordinir,
janin besar, moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai seperti partus
lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, robekan luas jalan lahir,
dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan angka mordibitas dan
mortalitas (Prawirohardjo, 2006).
5.1.1
Trauma
langsung persalinan pada jalan lahir:
Ø
Robekan luas
Ø
Fistula
rekto-vasiko vaginal
Ø
Ruptura
perineum tingkat lanjut
5.1.2
Infeksi
karena terbukanya jalan halir secara luas senghingga mudah terjadi kontaminasi
bacterial.
5.1.3
c.
Perdarahan:
Ø
Trauma
langsung jalan lahir
Ø
Atonia uteri
Ø
Retentio
Plasenta
5.2
Terhadap
Janin
Permasalahan
kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia, hipoksia, hipovolemia,
asidosis, hipoglikemia, hipofungsi adrenal sampai kematian dalam rahim.
5.2.1
Asfiksia
karena terlalu lama terjepit
5.2.2
Truma akibat
tindakan oprasi yang di lakukan pervaginam dengan bentuk trias komplikasi:
Ø
Infeksi
Ø
Asfiksia
Ø
Trauma
langsung dan perdarahan
6. Tanda Bayi
Postmatur
Tanda
postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo, 2008) :
6.1
Stadium I
Kulit
menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh
dan mudah mengelupas.
6.2
Stadium II
keadaan kulit
seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum
yang bercampur air ketuban.
6.3
Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan
pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan,
penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium
(kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi
lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan
intubasi dan pembilasan trakhea.
Menurut
Manuaba 2007, tanda bayi postmatur adalah:
Ø Biasanya lebih berat dari bayi matur (
> 4000 gram).
Ø Tulang dan sutura kepala lebih keras
dari bayi matur.
Ø Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
Ø Verniks kaseosa di badan berkurang.
Ø Kuku-kuku panjang.
Ø Rambut kepala agak tebal.
Ø Kulit agak pucat dengan deskuamasi
epitel.
7.
Patofisiologi
7.1
Sindrom posmatur
Bayi
postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas
lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas
lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada
bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biaanya cukup panjang. Biasanya
bayi postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya
jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi
postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan
aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.
Insidensi
sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing
belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada sekitar 10 %
kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu.
Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
7.2
Disfungsi plasenta
Kadar
eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada
kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor
dan gas darah tali pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan
oksigen pada janin yang postterm.
Janin
posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar
biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi
plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun
kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu.
7.3
Gawat janin dan Oligohidramnion
Alas
an utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter
tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat
janin intrapartum, terutama bila disertai dengan ologohidramnion.
Penurunan
volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42
minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion
yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang
terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
7.4
Pertumbuhan janin terhambat
Hingga
kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang seharusnya
tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan Clausson.,
(1999) telah menganalisis kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara 1987
sampai 1998 menggunakan akte kelahiran medis nasional swedia. Bahwa pertumbuhan
janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia gestasi 42 minggu atau
lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
Morniditas
dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan
pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan
memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya
relatif kecil ini.
7.5
Serviks yang tidak baik
Sulit
untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena pada
wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi.
Dilatasi serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan
induksi dalam persalinan.
8. Penatalaksaan
8.1
Pada post
datisme prinsipnya harus dilakukan terminasi kehamilan.
8.2
Diusahakan
kehamilan jangan lewat 10 hari dari tanggal perkiraan persalinan.
8.3
Kalau
kehamilan pasti lebih dari 40 minggu dilakukan induksi partus dan terminasi.
8.4
Pada
primipara, terminasi kehamilan dilakukan pada tanggal perkiraan persalinan
8.5
Setelah
kehamilan lebih dari 40 minggu sanpai dengan 42 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya, dengan cara :
8.5.1
Non Stress
Test (test tanpa tekanan)
Bila
memperoleh hasil non reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukan
kemungkinan besar janin baik. Bila diteruskan dengan test tekanan dengan hasil
positif, hal ini menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin. Terminasi
dilakukan dengan sectio caesarea.
8.5.2
Gerakan janin
Secara
subjektif normal rata-rata adalah 7 kali per 20 menit. Secara objektif dengan
kardiotokografi normal rata-rata adalah 10 kali per 20 menit. Jika dengan
kardiotokografi terdapat deselerasi berulang, variabilitas abnormal ( <
style="mso-spacerun:yes"> mekoneum maka terminasi dilakukan dengan
sectio caesarea.
8.6
Amnioskopi
Jika
air ketuban jernih berarti janin dalam keadaan baik. Jika air ketuban sedikit
dan mengandung mekoneum berarti janin mengalami asfiksia.
Keadaan
yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan untuk mengambil keputusan :
Ø
Menunda
terminasi 1 minggu dengan menilai gerak janin dan test tanpa tekanan 3 hari
lagi.
Ø
Melakukan
induksi partus.
8.7
Jika tidak
ada tanda-tanda insufisiensi plasenta
Persalinan
spontan dapat ditunggu dengan pengawasan yang ketat lakukan pemeriksaan dalam
untuk mengetahui kematangan serviks, kalau sudah boleh dilakukan induksi
persalian dengan atau tanpa amniotomi.
8.8
Pada
persalinan pervaginam harus diperhatikan:
Ø
Bahwa partus
lama akan sangat merugikan bayi.
Ø
Bahwa janin
post term kadang-kadang besar, kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan
distosia janin perlu dipertimbangkan.
Ø
Bahwa janin
post term lebih peka terhadap sedatif dan narkosa, oleh karena itu anestasi
konduktif paling baik.
Ø
Bahwa
perawatan neonatus post term perlu pengawasan dokter anak.
8.9
Tindakan
operasi SC dapat dipertimbangkan pada indikasi:
Ø
Insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang.
Ø
Pembukaan
belum lengkap, persalinan lama dan tanda – tanda gawat janin.
Ø
Pada
primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklampsi, anak berharga
(infertilitas) dan kesalahan letak janin.
9.
Pertimbangan Persalinan Anjuran (induksi)
9.1
Persalinan
anjuran bertujuan untuk dapat :
Ø
Merangsang
otot rahim berkontraksi, sehingga persalinan berlangsung
Ø
Membuktikan
ketidakseimbangan antara kepala janin dengan jalan lahir bishop telah
menetapkan beberapa penilaian agar persalinan induksi dapat berhasil seperti yang
ditujukan pada tabel berikut :
Keadaan
fisik
|
Nilai
|
Total
Nilai
|
Pembukaan
serviks 0 cm
Perlunakan
0-30%
Konsistensi serviks kaku
Arah serviks ke belakang
Kedudukan bagian terendah -3
|
0
|
0
|
Pembukaan
1-2 cmPerlunakan serviks 40-50%
Konsistensi serviks sedang
Arah serviks ke tengah
Kedudukan bagian terendah -2
|
1
|
1
|
Pembukaan
3-4 cmPerlunakan 60-70%
Konsistensi serviks lunak
Kedudukan bagian terendah -1-0
|
2
|
2
|
Pembukaan
di atas 5 cm
Perlunakan
80% lebih
|
3
|
3
|
9.2
Persalinan anjuran atau induksi persalinan
dapat dilakukan dengan metode (Manuaba, 2007):
9.2.1
Metode Stein
Persalinan
anjuran mulai pagi hari.
Ø Pukul 6.00 :
30 cc oleum ricini
Ø Pukul 7.00 :
bisulfas kinine 0,200 gr
Ø Pukul 8.00 :
bisulfas kinine 0,200 gr + klisma air sabun hangat 1 liter
Ø Pukul 9.00 :
bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø Pukul 10.00 :
bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø Pukul 11.00 :
bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø Pukul 12.00 :
bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø Pukul 14.00 :
hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø Pukul 16.00 :
hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø Pukul 18.00 :
hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
Sekalipun
metode stein sudah ditinggalkan, tetapi untuk pengetahuan bidan masih perlu
diketahui. Selama metode stein, kehamilan lewat waktu akan mendapatkan :
Ø
1,2 gr
bisulfas kinine
Ø
1,4 cc
pituitrin injeksi
Persalinan
anjuran dengan metode ini di luar rumah sakit berbahaya karena dapat terjadi :
a.
Kontraksi
rahim yang kuat sehingga dapat mengancam :
Ø
Ketuban pecah
saat pembukaan kecil
Ø
Ruptura uteri
membakat
Ø
Gawat janin
dalam rahim
b.
Kelambatan
melakukan rujukan, dapat merugikan penderita.
c.
Persalinan
anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon)
d.
Persalinan
anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin atau sintosinon 5 unit dalam 500 cc
glukosa 5%, banyak dipergunakan.
9.2.2
Teknik
induksi dengan infus glukosa lebih sederhana, dan mulai dengan 8 tetes, dengan
teknik maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan setiap 15 menit sebanyak 4
sampai 8 tetes sampai kontraksi optimal tercapai. Bila dengan 30 tetes
kontraksi maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai
terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran dengan
selang waktu 24 sampai 48 jam.
9.2.3
Memecahkan
ketuban
Memecahkan
ketuban merupakan salah satu metode untuk mempercepat persalinan. Setelah
ketuban pecah, ditunggu sekitar 4 sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot
rahim akan berlangsung. Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat
diikuti induksi persalinan dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit
oksitosin.
9.2.4
Persalinan
anjuran dengan menggunakan prostaglandin
Telah
diketahui bahwa kontraksi otot rahim terutama dirangsang oleh prostaglandin.
Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus
intravena (Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria).
9.2.5
Pompa
Payudara atau Stimulasi Putting
Beberapa
studi skala besar telah mengevaluasi keamanan dan keefektifitasaan stimulasi
payudara sebagai metede induksi persalinan. Namun,efek komulatif dari banyak
studi yang menggunakan pompa payudara atau stimulasi putting manual yang di
kombinasi dengan landasan fisiologi perubahab serviks telah meningkatkan tres
perekomendasian metode yang relative tidak berbahaya ini untuk menginduksi
persalinana.
Penanganan
yang beragam termasuk pompa payudara listrik otomatis yang mensimulasi
masing-masing payu dara selama15 menit, di selingi periode istirahat selama15
menit, stumulasi payu dara dengan pijatan lembut menggunakan kompresan hangat
lembab salama 1jam sebanyak 3 kali sehari, stimulasi payudara selama 45 menit
tiga kali sehari dan pijatan lembut pada kedua payudara secara bergantian
selama waktu 3 jam sehari.
Kelemahan
penelitian ini meliputi kurangnya kepatuhan dalam melaksanakan intervensi yang
di anjurkan,jumlah anggoata sedikat daklam kelompok, control minim terhadap
veriabel penting,seperti usia gestasi, dan criteria intervensi yang tidak dapat
di andalkan. Wanita yang mencoba teknik ini sebaiknya di peringatkan membatasi
kontak dengan putting sehingga tidak terlalu hiperstimulasi uterus.
9.2.6
Minyak Jarak
Ingesti
minyak jarak 60 mg yang di campur dengan jus apel atau jus jaruk tampaknya
dapat menigkatkan anggka kejadian persalinan normal jika di berikan pada
kehamilan cukup bulan. Investi ini memiliki beberapa kelemahan namun hanya
terdapat sedikit penelitian mengenai topic ini.
Waktu
yang tepat untuk memberikan minyak jarak dalam menginduksi persalinan adalah
setelah tidur malam yang lelap dan 1 hingga 2 jam sebelum wanita hamil bangun
setiap hari.. Minyak jarak bekerja dengan manstimulasi saraf fagus sehingga
akan menrangsang uterus . Cara kerja ini akan berlanggsung dalam 2 hingga 6
jam.
9.2.7
Kateter Folay
atau Kateter Balon
Kateter
Folay memiliki beberapa manfaat sabagai alat mekanis yang di gunakan untuk
meregangkan serviks. Kateter ini mudah di dapatkan relative aman untuk di
gunakan, ekonomis, mudah di pasang dan mudah di pasang dan mudah di lepas.
Selain
itu pemantauan janin tidak perlu di lakukan saat kateter di gunakan, karena
Kateter Ini juga mempunyai kelebihan manfaat bila di kombinasi dengan metode hormone
untuk mematangkan serviks. Secara umum biasanya kateter ukuran 16 di masukan
melalui saluran serviksa, dan kemudian balon diisi udara sebanyak 20 hingga 50
mililiteruntuk menjaga kateter tetep pada tempatnya. Beberapa uji klinis secara
kecil membuktikan teknik ini sangat menjanjikan dan banyak subjek pada uji
tersebut memasuki awal persalinan dengan Folay masih terpasang. Efek yang sama
terlihat pada penggunaan laminaria dan dilater osmosis sintetik.
9.2.8
Aktivitas
Seksual, Jamu-jamuan
Banyak
bidan secara rutin atau memanipulasi genetalia jika membrane masih utuh,
stimulasi payudara dan putting atau metode jamu-jamuan untuk mempercepat
persalinan.Meminum jamu-jamuan seperti evening primrose oil, black cohosh
tincture dan blue cohosh tincture dapat membantu namun kurangnya penelitian
yang member panduan untuk dosis, keamanan dan dan metode ini mengurangkan niat
bidan untuk menganjurkanya. Akupuntur dan hemoepati merupakan metode tambahan
untuk induksi persalinan.
BAB
III
MANAJEMEN
ASUHAN KEBIDANAN VARNEY
1.
Pengumpulan Data
Dasar
1.1 Data Subjektif
a.
Identitas ibu
dan suami yang perlu dikaji adalah nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan ,
pekerjaan, nomor telepon dan alamat. Bertujuan untuk menetapkan identitas
pasien karena mungkin memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor telepon
yang berbeda serta untuk mengetahui faktor resiko yang mungkin terjadi.
b.
Keluhan utama
, merupakan alasan utama klien untuk datang ke pelayanan kesehatan. Kemungkinan
yang ditemui pada kasus persalinan postterm ini adalah ibu mengeluhkan bahwa
kehamilannya telah lewat dari taksiran persalinannya.
c.
Riwayat
menstruasi yang dikaji adalah menarche, siklus haid, lamanya, banyaknya dan
adanya dismenorrhoe saat haid yang bertujuan untuk membantu menegakkan
diagnosis persalinan postterm dari siklus haidnya .
d.
Riwayat
kehamilan sekarang yang dikaji yaitu HPHT, riwayat hamil muda dan tua,
frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk mengetahui taksiran persalinan
dan resiko yang akan terjadi dari adanya riwayat pada kehamilan muda maupun tua
yang pernah dialami.
e.
Riwayat
penyakit dahulu yang dikaji adalah apakah ibu ada menderita penyakit jantung,
DM, ipertensi, ginjal, asma, TBC, epilepsi dan PMS serta ada tidaknya ibu
alergi baik terhadap obat-obatan ataupun makanan dan pernah transfusi darah
,atau operasi, serta ada tidaknya kelainan jiwa.
f.
Riwayat
penyakit keluarga yang dikaji yaitu ada tidaknya keluarga ibu maupun suami yang
menderita penyakit jantung, DM, hipertensi, ginjal, asma, dan riwayat keturunan
kembar yang bertujuan agar dapat mewaspadai apakah ibu juga berkemungkinan menderita
penyakit tersebut.
g.
Riwayat
perkawinan yang dikaji yaitu umur berapa ibu kawin dan lamanya ibu baru hamil
setelah kawin, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ibu memiliki faktor resiko.
h.
Riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang dikaji adalah fisiologi jarak
kehamilan dengan persalinan yang minimal 2 tahun, usia kehamilan aterm 37-40
minggu atau apakah ibu ada mempunyai riwayat persalinan postterm, jenis
persalinan yang bertujuan untuk menentukan ukuran panggul dan adanya riwayat persalinan
dengan tindakan, sehingga menunjukkan bahwa 3P telah bekerja sama dengan baik,
penyulit yang bertujuan untuk mengetahui penyulit persalinan yang pernah
dialami ibu, nifas yang lalu kemungkinan adanya keadaan lochea, laktasi
berjalan dengan normal atau tidak serta keadaan anak sekarang.
i.
Riwayat
keluarga berencana, kemungkinan ibu pernah menggunakan alat –alat kontrasepsi
atau tidak.
j.
Makan terkhir
bertujuan untuk mengetahui persiapan tenaga ibu untuk persalinan.
k.
BAK dan BAB
terakhir bertujuan untuk mengetahui apakah ada penghambat saat proses
persalinan berlangsung.
1.2 Data Objektif
a.
Pemeriksaan
umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien
sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan
menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran umum juga mencakup
pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan , lingkar lengan atas
yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi pasien.
b.
Pemeriksaan
khusus
1.
Inspeksi
Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan sklera) untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema), leher apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe sedangkan untuk dada bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum), serta dilihat pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan inspeksi genitalia bagian luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah serta HIS.
Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan sklera) untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema), leher apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe sedangkan untuk dada bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum), serta dilihat pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan inspeksi genitalia bagian luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah serta HIS.
2.
Palpasi
Dengan menggunakan cara leopold:
Dengan menggunakan cara leopold:
Ø
Leopold I :
Untuk
menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU dalam cm) dan
kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal pada fundus teraba bulat,
tidak melenting, lunak yang kemungkinan adalah bokong janin
Ø
Leopold II:
Untuk
menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian kecilnya. Pada
dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan kemungkinan teraba, punggung, anggota
gerak, bokong atau kepala.
Ø
Leopold III:
Untuk
menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan apakah BTJ sudah
terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian bawah perut ibu adalah kepala.
Ø
Leopold IV:
Untuk
menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga panggul dan dilakukan
perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya ke PAP.
3.
Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama
teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan
disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih dari
160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
4.
Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan
kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
5.
Penghitungan
TBBJ
Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm – 13) x 155 yang bertujuan untuk
mengetahui taksiran berat badan janin dan dalam persalinan postterm biasanya
berat badan janin terjadi penurunan karena terjadi perubahan anatomik yang
besar pada plasenta atau sebaliknya berat janin terus bertambah karena plasenta
masih berfungsi.
6.
Pemeriksaan
Dalam
Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban,
presentasi dan posisi, adanya caput atau moulage, bagian menumbung atau
terkemuka, dan kapasitas panggul (bentuk promontorium, linea innominata,
sacrum, dinding samping panggul, spina ischiadica, coksigis dan arcus pubis
> 900).
c.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Darah
Ø
Yaitu kadar
Hb, dimana Hb normal pada ibu hamil adalah ≥ 11 gr% (TM I dan TM III 11 gr %
dan TM II 10,5 gr %)
Ø
Hb ≥ 11 gr% :
tidak anemia
Ø
Hb 9-10 gr% :
anemia ringan
Ø
Hb 7-8 gr% :
anemia sedang
Ø
Hb ≤ 7 gr% :
anemia berat
2.
Urine
Untuk memeriksa protein urine dan glukosa urine.untuk klien dengan
kehamilan dan persalinan normal protein dan glukosa urine negative.
3.
Aktivitas
tromboplastin cairan amniom
Pemeriksaan ini membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan.
Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila
didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung
lewat waktu.
4.
Sitologi
cairan amnion
Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan
amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan
diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu
atau lebih.
5.
Sitologi
vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai
sensitivitas 75 %.
2.
Interprestasi
Data
Data dasar di interprestasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik
yang sudah di identifikasikan. Di dalam interprestasi data, terdapat tiga komponen
penting di dalamnya yaitu:
2.1 Diagnosa
Diagnosa setiap kala persalinan berbeda dan diagnosa ditetapkan
bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan. Untuk persalinan postterm
dapat ditegakkan dengan mengetahui HPHT serta menetukan taksiran persalinan dan
mengetahui gerakan janin pertama kali dirasakan dan riwayat pemeriksaan ANC
lainnya.
2.2 Masalah
Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu, keadaan janin yang memburuk karena terjadi gawat janin, nyeri akibat luka episiotomi.
Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu, keadaan janin yang memburuk karena terjadi gawat janin, nyeri akibat luka episiotomi.
2.3 Kebutuhan
Di sesuaikan dengan adanya masalah,seperti:
Ø
Berikan ibu
dukungan psikologis.
Ø
Anjurkan
keluarga untuk mendampingi ibu saat persalinan.
Ø
Lakukan
episiotomi untuk mempercepat kala II dan bila terjadi gawat janin.
Ø
Jahit
laserasi akibat episiotomi.
Ø
Berikan ibu
rasa nyaman dengan membersihkan dan mengganti pakaian ibu.
Ø
Penuhi kebutuhan
nutrisi dan hidrasi ibu.
Ø
Anjurkan ibu
untuk istirahat.
3.
Mengidentifikasi
Diagnosa atau Masalah Potensial
Kemungkinan masalah potensial yang timbul adalah:
Ø
Terjadinya
gawat janin.
Ø
Distosia
bahu.
Ø
Perdarahan
postpartum.
Ø
Atonia uteri.
Ø
Anemia
4.
Identifikasi
Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera
Adapun tindakan segera yang dilakukan adalah:
2.4 Untuk gawat janin.
Ø
Atur posisi
ibu miring kekiri.
Ø
Berikan
oksigen.
Ø
Lakukan
episiotomi.
Ø
Injeksikan
dexamethason.
Ø
Pasang infuse
RL jika diperlukan.
Ø
Lakukan resusitasi
setelah janin lahir.
2.5 Distosia bahu.
Ø
Atur posisi
ibu dengan MC Robert.
Ø
Lahirkan bahu
janin dalam waktu 60 detik.
Ø
Lakukan
episiotomi luas.
Ø
Tarik kepala
janin cunam kebawah dan berikan tekanan pada supra simfisis.
2.6 Perdarahan postpartum.
Ø
Pasang infuse
RL dan oksigen.
Ø
Periksa
laserasi.
Ø
Jahit
laserasi.
Ø
Berikan
uterotonika.
Ø
Lakukan
manual atau KBI dan KBE pada kasus atonia uteri.
5.
Merencanakan
Asuhan Yang Menyeluruh
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sehingga dapat direncanakan
asuhan sesuai dengan kebutuhan yaitu:
5.1 Kala I
Tindakan yang perlu dilakukan adalah:
Ø
Melakukan pemeriksaan
TTV setiap 2-3 jam.
Ø
Pemeriksaan
DJJ setiap ½ jam dan setiap 5 menit jika terjadi gawat janin.
Ø
Memperhatikan
keadaan kandung kemih agar selalu kosong.
Ø
Memperhatikan
keadaan patologis.
Ø
Pasien tidak
diperkenankan mengedan.
Ø
Memberikan
dukungan psikologis.
Ø
Menghadirkan
orang yang dianggap penting oleh ibu seperti suami,keluarga.
Ø
Mengatur
aktivitas dan posisi.
Ø
Menjaga
privasi.
Ø
Penjelasan
tentang kemajuan persalinan.
Ø
Menjaga
kebersihan diri.
Ø
Mengatasi
rasa panas
Ø
Pemenuhan
nutrisi dan hidrasi
5.2 Kala II
Ø
Posisi ibu
saat meneran (posisi duduk atau setengah duduk, posisi jongkok atau berdiri,
posisi merangkak atau berbaring miring kekiri).
Ø
Memberikan
dukungan pada ibu.
Ø
Memimpin
mengedan.
Ø
Pemantauan
DJJ setiap selesai mengedan.
Ø
Menolong
kelahiran bayi (dengan melakukan episiotomi jika terjadi gawat janin).
Ø
Periksa tali
pusat.
Ø
Melahirkan
bahu.
Ø
Melahirkan
sisa tubuh bayi.
Ø
Bayi
dikeringkan dan dihangatkan seluruh tubuhnya.
Ø
Melakukan
rangsangan taktil.
Ø
Lakukan
resusitasi jika ditemukan bayi asfiksia.
5.3 Kala III
5.3.1
Manajemen
aktif kala III (injeksi oksitosin 10 iu secara im, melakukan PTT, massase
fundus uteri).
5.3.2
Cara pelepasan
plasenta adalah:
a.
Secara
Schultze
Pelepasan plasenta dimulai dari pertengahan, sehingga plasenta lahir diikuti
oleh pengeluaran darah.
b.
Secara Duncan
Pelepasan plasenta dimulai dari daerah tepi, sehingga terjadi
perdarahan dan diikuti oleh pelepasan plasenta.
5.3.3
Tanda-tanda
pelepasan plasenta
Ø
Rahim naik
disebabkan karena plasenta yang telah lepas jatuh kedalam segmen bawah rahim
atau bagian atas vagina dan mengangkat rahim.
Ø
Bagian tali
pusat yang lahir menjadi lebih panjang.
Ø
Rahim menjadi
lebih bundar bentuknya dan lebih keras.
Ø
Keluar darah
dengan tiba-tiba.
5.3.4
Cara
pemeriksaan plasenta sudah lepas, yaitu:
a.
Perasat
kustner
Dengan Perasat kustner tali pusat diregangkan dengan satu tangan dan
tangan lainnya menekan perut atas symfisis, jika tali pusat masuk, maka
plasenta belum lepas.
b.
Perasat klein
Ibu disuruh mengejan, sehingga tali pusat ikut serta turun atau
memanjang. Bila mengejan dihentikan dapat terjadi tali pusat tertarik kembali,maka
plasenta belum terlepas ataupun sebaliknya.
c.
Perasat
strassman
Tali pusat diregangkan dan rahim diketok, bila getarannya sampai pada
tali pusat berarti plasenta belum lepas.
5.3.5
Pemeriksaan
plasenta dan selaputnya
5.3.6
Pemeriksaan
laserasi
5.4 Kala IV
Ø
Lakukan massase
uterus untuk merangsang kontraksi.
Ø
Evaluasi TFU.
Ø
Jahit
laserasi.
Ø
Bersihkan ibu
dang anti pakaian.
Ø
Evaluasi KU
ibu.
Ø
Pantau TTV,
kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap
30 menit dalam satu jam kedua.
Ø
Pantau suhu
ibu selama dua jam pertama
Ø
Nilai
perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu jam pertama
dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua
Ø
Ajarkan ibu
dan keluarga bagaimana menilai kontraksi uterus yang normal
Ø
Lakukan
perawatan bayi dengan memberikan vitamin K dan salep mata
Ø
Bersihkan
peralatan.
Ø
Penuhi kebutuhan
nutrisi dan hidrasi ibu.
Ø
Anjurkan ibu
utuk istirahat.
Ø
Anjurkan ibu
untuk menyusui bayinya.
Ø
Dokumentasikan
semua asuhan dan temuan selama kala empat persalinan dihalaman belakang partograf.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Postmatur menunjukan atau menggambarkan kaadaan janin yang
lahir telah melampauhi batas waktu persalinannya, sehingga dapat menyebabkan
beberapa komplikasi. Belum ada penyebab pasti terjadinya postmatur ini dan
sebagian besar bias diselesaikan dengan persalinan induksi maupun seksio
sesaria dan bidan tidak berwenang menolong persalinan dengan kehamilan
postmatur kecuali bidan di rumah sakit dengan kolaborasi dengan dokter.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester
pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu
sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan
memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7
bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali pada
bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar
usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan
para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu
diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu
itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat
itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir
Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari
sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7
diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.
Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang
beresiko tinggi, dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Kehamilan
umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari Hari Pertama haid terakhir.
Kehamilan lewat waktu juga biasa disebut serotinus atau postterm pregnancy,
yaitu kehamilan yang berlangsung selama lebih dari 42 minggu atau 294 hari.
Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum
kita ketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui pasti,
kelainan pada janin (anenefal, kelenjar adrenal janin yang fungsinya kurang
baik, kelainan pertumbuhan tulang janin/osteogenesis imperfecta; atau kekurangan
enzim sulfatase plasenta).
Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester
pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu
sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan
memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7
bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali pada
bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar
usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
2.
Saran
Ø
Sebaiknya
persalinan dengan postmatur dilakukan di rumah sakit atas kolaborasi dengan
dokter
Ø
Kehamilan postmatur
harus secepatnya dideteksi untuk menghindari komplikasi terutama pada janin
Ø
Bidan
sebaiknya dapat mendeteksi kehamilan postmatur untuk menghindari komplikasi dan
mengambil tindakan yang tepat untuk menanganinya
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC
Prawiroharjo,
Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen
Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4
vo1. Jakarta.EGC
Wiknjosastro.
2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Prof.Dr.dr.H.ibnu pranoto,SPAnd.,spoG(K), Dkk.2012.patologi
kebidanan.penerbit fitramaya :yogyakarta
II
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar