Rabu, 21 Agustus 2013

makalah kehamilan post term



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator yang paling penting untuk melakukan penilaian kemampuan suatu negara untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya dalam bidang obstetri. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan data Biro Pusat Statistik (BPS) angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh dunia mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir setiap menit karena komplikasi kehamilan dan persalinannya. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2007 2-5 kali lebih tinggi mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO yaitu sebesar 15% per kelahiran hidup (Suprayitno, 2007).
Adapun penyebab kematian perinatal adalah kelainan kongenital, prematuritas, trauma persalinan, infeksi, gawat janin dan asfiksia neonatorum. Terjadinya gawat janin di sebabkan oleh induksi persalinan, infeksi pada ibu, perdarahan, insufisiensi plasenta, prolapsus tali pusat, kehamilan dan persalinan preterm dan postterm. Persalinan postterm menunjukkan bahwa kehamilan telah melampaui waktu perkiraan persalinan menurut hari pertama menstruasinya. Ballantyne 1902 seperti dikutip Manuaba, seorang bidan Scotlandia, untuk pertama kali menyatakan bahwa janin yang terlalu lama dalam kandungan dapat membahayakan dirinya dan ibunya saat persalinan berlangsung. Kemudian berturu-turut 1950 Clifford mengemukakan tentang sindrom postterm baby, sedangkan 1960 Mc Clure menyatakan bahwa angka kematian bayi dengan kehamilan postdate semakin meningkat (Manuaba, 2007).
Menurut WHO persalinan postterm adalah keadaan yang menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Defenisi ini didasarkan pada hasil observasi epidemiologi yang membuktikan bahwa persalinan postterm dengan disertai gawat janin mempunyai kontribusi terhadap out come kesehatan yang buruk atau 10% dari persalinan adalah persalinan postterm (Hidayat, 2009).
Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya persalinan postterm diantaranya faktor ibu adalah karena hanya sebagian kecil ibu yang mengingat tanggal menstruasi pertamanya dengan baik dan adanya gangguan terhadap timbulnya persalinan seperti pengaruh esterogen, oksitosin dan saraf uterus. Banyaknya kasus persalinan postterm di Indonesia yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22% (Prawirohardjo, 2008).
Beberapa ahli dapat menyatakan bahwa persalinan preterm akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postterm diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan. Jika taksiran persalinan telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan bidan harus tetap siaga pada reabilitas taksiran persalinan tersebut. Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu. Penyebab kematian tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007).
Bertolak dari pernyataan diatas, maka penulis sebagai calon bidan dalam rangka mempersiapkan diri sebagai seorang bidan yang terampil dan memiliki keahlian diberikan penugasan untuk melakukan pembinaan pada seorang ibu bersalin . Melalui pembinaan tersebut penulis dapat memahami berbagai proses yang terjadi selama ibu hamil dan bersalin, sehingga dapat menerapkan asuhan kebidanan yang tepat dan aman.

2.      Tujuan
a.       Tujuan Khusus
Tujuan dari makalah tentang posterm ini, yaitu untuk mengetahui dan mempelajari tentang posterm serta mempelajari penggunaan manajemen asuhan kebidanan varney pada kasus posterm.
b.      Tujuan Umum
Ø  Untuk mengetahui apa itu postterm.
Ø  Untuk mengetahui komplikasi serta faktor patofisiologi postterm dalam kehamilan baik pada ibu maupun pada janinnya.
Ø  Untuk mempelajari manajemen asuhahan kebidanan vaney pada kasus postterm ini.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1.      Defenisi
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42 minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas (Manuaba, 2007).
Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin ( Varney Helen, 2007).
Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2008).
2.      Insiden
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan, dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %. Variasi insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.
3.      Etiologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008) faktor penyebab kehamilan postterm adalah :
3.1       Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin , sehingga terjadinya kehamilan dan persalinan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
3.2       Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebabnya.
3.3       Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
3.4       Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.
3.5       Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya mengalami kehamilan postterm.

4.      Diagnosa
Tidak jarang seorang bidan mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis karena diagnosis ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Diagnosis dapat ditentukan melalui (Prawirohardjo, 2008) :
4.1         Riwayat Haid
Diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan apabila hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain,
Ø  Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
Ø  Siklus 28 hari dan teratur
Ø  Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seseorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan dan persalinan postterm kemungkinan adalah sebagai berikut:
Ø  Terjadi kesalahan dalam menetukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal.
Ø  Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjad kelambatan ovulasi.
Ø  Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm).
4.2         Riwayat Pemerikasaan Antenatal
4.2.1     Tes Kehamilan
Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
4.2.2     Gerak Janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multigravida.
4.2.3     Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laenec DJJ dapat didengar mulai umur 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada umur kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Ø  Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
Ø  Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
Ø  Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerakan janin pertama kali.
Ø  Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec.
4.3         Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
4.4         Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama,hamper dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
4.5         Pemeriksaan Radiologi
Dapat dilakukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifiisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.
4.6         Pemeriksaan Laboratorium
4.6.1   Kadar lesitin/spinngomielin
Bila lesitin/spinngomielin dalam cairan amniom kadarnya sama, maka umur kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1 . Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
4.6.2   Aktivitas tromboplastin cairan amniom
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah. Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
4.6.3   Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
4.6.4   Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai sensitivitas 75 %. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat, dipakai untuk menentukan usia gestasi.

5.      Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada persalinan postterm adalah:
5.1    Terhadap Ibu
Persalinan postterm dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai seperti partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, robekan luas jalan lahir, dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan angka mordibitas dan mortalitas (Prawirohardjo, 2006).
5.1.1   Trauma langsung persalinan pada jalan lahir:
Ø  Robekan luas
Ø  Fistula rekto-vasiko vaginal
Ø  Ruptura perineum tingkat lanjut
5.1.2   Infeksi karena terbukanya jalan halir secara luas senghingga mudah terjadi kontaminasi bacterial.
5.1.3   c. Perdarahan:
Ø  Trauma langsung jalan lahir
Ø  Atonia uteri
Ø  Retentio Plasenta
5.2    Terhadap Janin
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia, hipoksia, hipovolemia, asidosis, hipoglikemia, hipofungsi adrenal sampai kematian dalam rahim.
5.2.1   Asfiksia karena terlalu lama terjepit
5.2.2   Truma akibat tindakan oprasi yang di lakukan pervaginam dengan bentuk trias komplikasi:
Ø  Infeksi
Ø  Asfiksia
Ø  Trauma langsung dan perdarahan
6.      Tanda Bayi Postmatur
Tanda postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo, 2008) :
6.1    Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
6.2    Stadium II
keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
6.3    Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.
Menurut Manuaba 2007, tanda bayi postmatur adalah:
Ø  Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
Ø  Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
Ø  Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
Ø  Verniks kaseosa di badan berkurang.
Ø  Kuku-kuku panjang.
Ø  Rambut kepala agak tebal.
Ø  Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.



7.      Patofisiologi
7.1    Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biaanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.
Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
7.2    Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma  tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor dan gas darah tali pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm.
Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu.
7.3    Gawat janin dan Oligohidramnion
Alas an utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin intrapartum, terutama bila disertai dengan ologohidramnion.
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
7.4    Pertumbuhan janin terhambat
Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan Clausson., (1999) telah menganalisis kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara 1987 sampai 1998 menggunakan akte kelahiran medis nasional swedia. Bahwa pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
Morniditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.
7.5    Serviks yang tidak baik
Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena pada wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi. Dilatasi serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi dalam persalinan.
8.      Penatalaksaan
8.1    Pada post datisme prinsipnya harus dilakukan terminasi kehamilan.
8.2    Diusahakan kehamilan jangan lewat 10 hari dari tanggal perkiraan persalinan.
8.3    Kalau kehamilan pasti lebih dari 40 minggu dilakukan induksi partus dan terminasi.
8.4    Pada primipara, terminasi kehamilan dilakukan pada tanggal perkiraan persalinan
8.5    Setelah kehamilan lebih dari 40 minggu sanpai dengan 42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya, dengan cara :
8.5.1    Non Stress Test (test tanpa tekanan)
Bila memperoleh hasil non reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukan kemungkinan besar janin baik. Bila diteruskan dengan test tekanan dengan hasil positif, hal ini menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin. Terminasi dilakukan dengan sectio caesarea.
8.5.2    Gerakan janin
Secara subjektif normal rata-rata adalah 7 kali per 20 menit. Secara objektif dengan kardiotokografi normal rata-rata adalah 10 kali per 20 menit. Jika dengan kardiotokografi terdapat deselerasi berulang, variabilitas abnormal ( < style="mso-spacerun:yes"> mekoneum maka terminasi dilakukan dengan sectio caesarea.
8.6    Amnioskopi
Jika air ketuban jernih berarti janin dalam keadaan baik. Jika air ketuban sedikit dan mengandung mekoneum berarti janin mengalami asfiksia.
Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan untuk mengambil keputusan :
Ø  Menunda terminasi 1 minggu dengan menilai gerak janin dan test tanpa tekanan 3 hari lagi.
Ø  Melakukan induksi partus.
8.7    Jika tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta
Persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan yang ketat lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kematangan serviks, kalau sudah boleh dilakukan induksi persalian dengan atau tanpa amniotomi.
8.8    Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan:
Ø  Bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi.
Ø  Bahwa janin post term kadang-kadang besar, kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan.
Ø  Bahwa janin post term lebih peka terhadap sedatif dan narkosa, oleh karena itu anestasi konduktif paling baik.
Ø  Bahwa perawatan neonatus post term perlu pengawasan dokter anak.

8.9    Tindakan operasi SC dapat dipertimbangkan pada indikasi:
Ø  Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang.
Ø  Pembukaan belum lengkap, persalinan lama dan tanda – tanda gawat janin.
Ø  Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklampsi, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
9.      Pertimbangan Persalinan Anjuran (induksi)
9.1    Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat :
Ø  Merangsang otot rahim berkontraksi, sehingga persalinan berlangsung
Ø  Membuktikan ketidakseimbangan antara kepala janin dengan jalan lahir bishop telah menetapkan beberapa penilaian agar persalinan induksi dapat berhasil seperti yang ditujukan pada tabel berikut :
Keadaan fisik
Nilai
Total Nilai
Pembukaan serviks 0 cm
Perlunakan 0-30%
Konsistensi serviks kaku
Arah serviks ke belakang
Kedudukan bagian terendah -3
0
0
Pembukaan 1-2 cmPerlunakan serviks 40-50%
Konsistensi serviks sedang
Arah serviks ke tengah
Kedudukan bagian terendah -2
1
1
Pembukaan 3-4 cmPerlunakan 60-70%
Konsistensi serviks lunak
Kedudukan bagian terendah -1-0
2
2
Pembukaan di atas 5 cm
Perlunakan 80%  lebih
3
3
9.2    Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode (Manuaba, 2007):
9.2.1    Metode Stein
Persalinan anjuran mulai pagi hari.
Ø  Pukul 6.00         : 30 cc oleum ricini
Ø  Pukul 7.00         : bisulfas kinine 0,200 gr
Ø  Pukul 8.00         : bisulfas kinine 0,200 gr + klisma air sabun hangat 1 liter
Ø  Pukul 9.00         : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø  Pukul 10.00       : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø  Pukul 11.00       : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø  Pukul 12.00       : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø  Pukul 14.00       : hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø  Pukul 16.00       : hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
Ø  Pukul 18.00       : hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
Sekalipun metode stein sudah ditinggalkan, tetapi untuk pengetahuan bidan masih perlu diketahui. Selama metode stein, kehamilan lewat waktu akan mendapatkan :
Ø  1,2 gr bisulfas kinine
Ø  1,4 cc pituitrin injeksi

Persalinan anjuran dengan metode ini di luar rumah sakit berbahaya karena dapat terjadi :
a.       Kontraksi rahim yang kuat sehingga dapat mengancam :
Ø  Ketuban pecah saat pembukaan kecil
Ø  Ruptura uteri membakat
Ø  Gawat janin dalam rahim
b.      Kelambatan melakukan rujukan, dapat merugikan penderita.
c.       Persalinan anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon)
d.      Persalinan anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin atau sintosinon 5 unit dalam 500 cc glukosa 5%, banyak dipergunakan.
9.2.2    Teknik induksi dengan infus glukosa lebih sederhana, dan mulai dengan 8 tetes, dengan teknik maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan tetesan setiap 15 menit sebanyak 4 sampai 8 tetes sampai kontraksi optimal tercapai. Bila dengan 30 tetes kontraksi maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran dengan selang waktu 24 sampai 48 jam.
9.2.3    Memecahkan ketuban
Memecahkan ketuban merupakan salah satu metode untuk mempercepat persalinan. Setelah ketuban pecah, ditunggu sekitar 4 sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan berlangsung. Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat diikuti induksi persalinan dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit oksitosin.
9.2.4    Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin
Telah diketahui bahwa kontraksi otot rahim terutama dirangsang oleh prostaglandin. Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena (Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria).

9.2.5    Pompa Payudara atau Stimulasi Putting
Beberapa studi skala besar telah mengevaluasi keamanan dan keefektifitasaan stimulasi payudara sebagai metede induksi persalinan. Namun,efek komulatif dari banyak studi yang menggunakan pompa payudara atau stimulasi putting manual yang di kombinasi dengan landasan fisiologi perubahab serviks telah meningkatkan tres perekomendasian metode yang relative tidak berbahaya ini untuk menginduksi persalinana.
Penanganan yang beragam termasuk pompa payudara listrik otomatis yang mensimulasi masing-masing payu dara selama15 menit, di selingi periode istirahat selama15 menit, stumulasi payu dara dengan pijatan lembut menggunakan kompresan hangat lembab salama 1jam sebanyak 3 kali sehari, stimulasi payudara selama 45 menit tiga kali sehari dan pijatan lembut pada kedua payudara secara bergantian selama waktu 3 jam sehari.
Kelemahan penelitian ini meliputi kurangnya kepatuhan dalam melaksanakan intervensi yang di anjurkan,jumlah anggoata sedikat daklam kelompok, control minim terhadap veriabel penting,seperti usia gestasi, dan criteria intervensi yang tidak dapat di andalkan. Wanita yang mencoba teknik ini sebaiknya di peringatkan membatasi kontak dengan putting sehingga tidak terlalu hiperstimulasi uterus.
9.2.6    Minyak Jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang di campur dengan jus apel atau jus jaruk tampaknya dapat menigkatkan anggka kejadian persalinan normal jika di berikan pada kehamilan cukup bulan. Investi ini memiliki beberapa kelemahan namun hanya terdapat sedikit penelitian mengenai topic ini.
Waktu yang tepat untuk memberikan minyak jarak dalam menginduksi persalinan adalah setelah tidur malam yang lelap dan 1 hingga 2 jam sebelum wanita hamil bangun setiap hari.. Minyak jarak bekerja dengan manstimulasi saraf fagus sehingga akan menrangsang uterus . Cara kerja ini akan berlanggsung dalam 2 hingga 6 jam.
9.2.7    Kateter Folay atau Kateter Balon
Kateter Folay memiliki beberapa manfaat sabagai alat mekanis yang di gunakan untuk meregangkan serviks. Kateter ini mudah di dapatkan relative aman untuk di gunakan, ekonomis, mudah di pasang dan mudah di pasang dan mudah di lepas.
Selain itu pemantauan janin tidak perlu di lakukan saat kateter di gunakan, karena Kateter Ini juga mempunyai kelebihan manfaat bila di kombinasi dengan metode hormone untuk mematangkan serviks. Secara umum biasanya kateter ukuran 16 di masukan melalui saluran serviksa, dan kemudian balon diisi udara sebanyak 20 hingga 50 mililiteruntuk menjaga kateter tetep pada tempatnya. Beberapa uji klinis secara kecil membuktikan teknik ini sangat menjanjikan dan banyak subjek pada uji tersebut memasuki awal persalinan dengan Folay masih terpasang. Efek yang sama terlihat pada penggunaan laminaria dan dilater osmosis sintetik.
9.2.8    Aktivitas Seksual, Jamu-jamuan
Banyak bidan secara rutin atau memanipulasi genetalia jika membrane masih utuh, stimulasi payudara dan putting atau metode jamu-jamuan untuk mempercepat persalinan.Meminum jamu-jamuan seperti evening primrose oil, black cohosh tincture dan blue cohosh tincture dapat membantu namun kurangnya penelitian yang member panduan untuk dosis, keamanan dan dan metode ini mengurangkan niat bidan untuk menganjurkanya. Akupuntur dan hemoepati merupakan metode tambahan untuk induksi persalinan.



BAB III
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN VARNEY

1.       Pengumpulan Data Dasar
1.1  Data Subjektif
a.       Identitas ibu dan suami yang perlu dikaji adalah nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan , pekerjaan, nomor telepon dan alamat. Bertujuan untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda serta untuk mengetahui faktor resiko yang mungkin terjadi.
b.      Keluhan utama , merupakan alasan utama klien untuk datang ke pelayanan kesehatan. Kemungkinan yang ditemui pada kasus persalinan postterm ini adalah ibu mengeluhkan bahwa kehamilannya telah lewat dari taksiran persalinannya.
c.       Riwayat menstruasi yang dikaji adalah menarche, siklus haid, lamanya, banyaknya dan adanya dismenorrhoe saat haid yang bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosis persalinan postterm dari siklus haidnya .
d.      Riwayat kehamilan sekarang yang dikaji yaitu HPHT, riwayat hamil muda dan tua, frekuensi pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk mengetahui taksiran persalinan dan resiko yang akan terjadi dari adanya riwayat pada kehamilan muda maupun tua yang pernah dialami.
e.       Riwayat penyakit dahulu yang dikaji adalah apakah ibu ada menderita penyakit jantung, DM, ipertensi, ginjal, asma, TBC, epilepsi dan PMS serta ada tidaknya ibu alergi baik terhadap obat-obatan ataupun makanan dan pernah transfusi darah ,atau operasi, serta ada tidaknya kelainan jiwa.
f.       Riwayat penyakit keluarga yang dikaji yaitu ada tidaknya keluarga ibu maupun suami yang menderita penyakit jantung, DM, hipertensi, ginjal, asma, dan riwayat keturunan kembar yang bertujuan agar dapat mewaspadai apakah ibu juga berkemungkinan menderita penyakit tersebut.
g.      Riwayat perkawinan yang dikaji yaitu umur berapa ibu kawin dan lamanya ibu baru hamil setelah kawin, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ibu memiliki faktor resiko.
h.      Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu yang dikaji adalah fisiologi jarak kehamilan dengan persalinan yang minimal 2 tahun, usia kehamilan aterm 37-40 minggu atau apakah ibu ada mempunyai riwayat persalinan postterm, jenis persalinan yang bertujuan untuk menentukan ukuran panggul dan adanya riwayat persalinan dengan tindakan, sehingga menunjukkan bahwa 3P telah bekerja sama dengan baik, penyulit yang bertujuan untuk mengetahui penyulit persalinan yang pernah dialami ibu, nifas yang lalu kemungkinan adanya keadaan lochea, laktasi berjalan dengan normal atau tidak serta keadaan anak sekarang.
i.        Riwayat keluarga berencana, kemungkinan ibu pernah menggunakan alat –alat kontrasepsi atau tidak.
j.        Makan terkhir bertujuan untuk mengetahui persiapan tenaga ibu untuk persalinan.
k.      BAK dan BAB terakhir bertujuan untuk mengetahui apakah ada penghambat saat proses persalinan berlangsung.
1.2  Data Objektif
a.       Pemeriksaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran pasien sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien sadar akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi badan , lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi pasien.
b.      Pemeriksaan khusus
1.      Inspeksi
Periksa pandang yang terpenting adalah mata (konjungtiva dan sklera) untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak, muka (edema), leher apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe sedangkan untuk dada bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum), serta dilihat pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas operasi, dan inspeksi genitalia bagian luar serta pengeluaran pervaginam dan ekstremitas atas maupun bawah serta HIS.
2.      Palpasi
Dengan menggunakan cara leopold:
Ø  Leopold I :
Untuk menentukan TFU dan apa yang terdapat dibagian fundus (TFU dalam cm) dan kemungkinan teraba kepala atau bokong lainnya, normal pada fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak yang kemungkinan adalah bokong janin
Ø  Leopold II:
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-bagian kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun kanan kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong atau kepala.
Ø  Leopold III:
Untuk menentukan apa yang yang terdapat dibagian bawah perut ibu dan apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP, dan normalnya pada bagian bawah perut ibu adalah kepala.
Ø  Leopold IV:
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa masuknya ke PAP.
3.      Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit, irama teratur atau tidak, intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
4.      Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium sulfat.
5.      Penghitungan TBBJ
Dengan menggunakan rumus (TFU dalam cm – 13) x 155 yang bertujuan untuk mengetahui taksiran berat badan janin dan dalam persalinan postterm biasanya berat badan janin terjadi penurunan karena terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta atau sebaliknya berat janin terus bertambah karena plasenta masih berfungsi.
6.      Pemeriksaan Dalam
Yang dinilai adalah keadaan servik, pembukaan, keadaan ketuban, presentasi dan posisi, adanya caput atau moulage, bagian menumbung atau terkemuka, dan kapasitas panggul (bentuk promontorium, linea innominata, sacrum, dinding samping panggul, spina ischiadica, coksigis dan arcus pubis > 900).
c.       Pemeriksaan Penunjang
1.      Darah
Ø  Yaitu kadar Hb, dimana Hb normal pada ibu hamil adalah ≥ 11 gr% (TM I dan TM III 11 gr % dan TM II 10,5 gr %)
Ø  Hb ≥ 11 gr% : tidak anemia
Ø  Hb 9-10 gr% : anemia ringan
Ø  Hb 7-8 gr% : anemia sedang
Ø  Hb ≤ 7 gr% : anemia berat
2.      Urine
Untuk memeriksa protein urine dan glukosa urine.untuk klien dengan kehamilan dan persalinan normal protein dan glukosa urine negative.

3.      Aktivitas tromboplastin cairan amniom
Pemeriksaan ini membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah. Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
4.      Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
5.      Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai sensitivitas 75 %.
2.       Interprestasi Data
Data dasar di interprestasikan menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah di identifikasikan. Di dalam interprestasi data, terdapat tiga komponen penting di dalamnya yaitu:
2.1  Diagnosa
Diagnosa setiap kala persalinan berbeda dan diagnosa ditetapkan bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyimpangan. Untuk persalinan postterm dapat ditegakkan dengan mengetahui HPHT serta menetukan taksiran persalinan dan mengetahui gerakan janin pertama kali dirasakan dan riwayat pemeriksaan ANC lainnya.
2.2  Masalah
Dapat berupa keluhan utama atau keadaan psikologis ibu, keadaan janin yang memburuk karena terjadi gawat janin, nyeri akibat luka episiotomi.
2.3  Kebutuhan
Di sesuaikan dengan adanya masalah,seperti:
Ø  Berikan ibu dukungan psikologis.
Ø  Anjurkan keluarga untuk mendampingi ibu saat persalinan.
Ø  Lakukan episiotomi untuk mempercepat kala II dan bila terjadi gawat janin.
Ø  Jahit laserasi akibat episiotomi.
Ø  Berikan ibu rasa nyaman dengan membersihkan dan mengganti pakaian ibu.
Ø  Penuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu.
Ø  Anjurkan ibu untuk istirahat.
3.       Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Kemungkinan masalah potensial yang timbul adalah:
Ø  Terjadinya gawat janin.
Ø  Distosia bahu.
Ø  Perdarahan postpartum.
Ø  Atonia uteri.
Ø  Anemia
4.       Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera
Adapun tindakan segera yang dilakukan adalah:
2.4  Untuk gawat janin.
Ø  Atur posisi ibu miring kekiri.
Ø  Berikan oksigen.
Ø  Lakukan episiotomi.
Ø  Injeksikan dexamethason.
Ø  Pasang infuse RL jika diperlukan.
Ø  Lakukan resusitasi setelah janin lahir.

2.5  Distosia bahu.
Ø  Atur posisi ibu dengan MC Robert.
Ø  Lahirkan bahu janin dalam waktu 60 detik.
Ø  Lakukan episiotomi luas.
Ø  Tarik kepala janin cunam kebawah dan berikan tekanan pada supra simfisis.
2.6  Perdarahan postpartum.
Ø  Pasang infuse RL dan oksigen.
Ø  Periksa laserasi.
Ø  Jahit laserasi.
Ø  Berikan uterotonika.
Ø  Lakukan manual atau KBI dan KBE pada kasus atonia uteri.
5.       Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sehingga dapat direncanakan asuhan sesuai dengan kebutuhan yaitu:
5.1  Kala I
Tindakan yang perlu dilakukan adalah:
Ø  Melakukan pemeriksaan TTV setiap 2-3 jam.
Ø  Pemeriksaan DJJ setiap ½ jam dan setiap 5 menit jika terjadi gawat janin.
Ø  Memperhatikan keadaan kandung kemih agar selalu kosong.
Ø  Memperhatikan keadaan patologis.
Ø  Pasien tidak diperkenankan mengedan.
Ø  Memberikan dukungan psikologis.
Ø  Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti suami,keluarga.
Ø  Mengatur aktivitas dan posisi.
Ø  Menjaga privasi.
Ø  Penjelasan tentang kemajuan persalinan.
Ø  Menjaga kebersihan diri.
Ø  Mengatasi rasa panas
Ø  Pemenuhan nutrisi dan hidrasi
5.2  Kala II
Ø  Posisi ibu saat meneran (posisi duduk atau setengah duduk, posisi jongkok atau berdiri, posisi merangkak atau berbaring miring kekiri).
Ø  Memberikan dukungan pada ibu.
Ø  Memimpin mengedan.
Ø  Pemantauan DJJ setiap selesai mengedan.
Ø  Menolong kelahiran bayi (dengan melakukan episiotomi jika terjadi gawat janin).
Ø  Periksa tali pusat.
Ø  Melahirkan bahu.
Ø  Melahirkan sisa tubuh bayi.
Ø  Bayi dikeringkan dan dihangatkan seluruh tubuhnya.
Ø  Melakukan rangsangan taktil.
Ø  Lakukan resusitasi jika ditemukan bayi asfiksia.
5.3  Kala III
5.3.1   Manajemen aktif kala III (injeksi oksitosin 10 iu secara im, melakukan PTT, massase fundus uteri).
5.3.2   Cara pelepasan plasenta adalah:
a.       Secara Schultze
Pelepasan plasenta dimulai dari pertengahan, sehingga plasenta lahir diikuti oleh pengeluaran darah.
b.      Secara Duncan
Pelepasan plasenta dimulai dari daerah tepi, sehingga terjadi perdarahan dan diikuti oleh pelepasan plasenta.


5.3.3   Tanda-tanda pelepasan plasenta
Ø  Rahim naik disebabkan karena plasenta yang telah lepas jatuh kedalam segmen bawah rahim atau bagian atas vagina dan mengangkat rahim.
Ø  Bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang.
Ø  Rahim menjadi lebih bundar bentuknya dan lebih keras.
Ø  Keluar darah dengan tiba-tiba.
5.3.4   Cara pemeriksaan plasenta sudah lepas, yaitu:
a.       Perasat kustner
Dengan Perasat kustner tali pusat diregangkan dengan satu tangan dan tangan lainnya menekan perut atas symfisis, jika tali pusat masuk, maka plasenta belum lepas.
b.      Perasat klein
Ibu disuruh mengejan, sehingga tali pusat ikut serta turun atau memanjang. Bila mengejan dihentikan dapat terjadi tali pusat tertarik kembali,maka plasenta belum terlepas ataupun sebaliknya.
c.       Perasat strassman
Tali pusat diregangkan dan rahim diketok, bila getarannya sampai pada tali pusat berarti plasenta belum lepas.
5.3.5   Pemeriksaan plasenta dan selaputnya
5.3.6   Pemeriksaan laserasi
5.4  Kala IV
Ø  Lakukan massase uterus untuk merangsang kontraksi.
Ø  Evaluasi TFU.
Ø  Jahit laserasi.
Ø  Bersihkan ibu dang anti pakaian.
Ø  Evaluasi KU ibu.
Ø  Pantau TTV, kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua.
Ø  Pantau suhu ibu selama dua jam pertama
Ø  Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua
Ø  Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana menilai kontraksi uterus yang normal
Ø  Lakukan perawatan bayi dengan memberikan vitamin K dan salep mata
Ø  Bersihkan peralatan.
Ø  Penuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu.
Ø  Anjurkan ibu utuk istirahat.
Ø  Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
Ø  Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala empat persalinan dihalaman belakang partograf.



BAB IV
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Postmatur menunjukan atau menggambarkan kaadaan janin yang lahir telah melampauhi batas waktu persalinannya, sehingga dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Belum ada penyebab pasti terjadinya postmatur ini dan sebagian besar bias diselesaikan dengan persalinan induksi maupun seksio sesaria dan bidan tidak berwenang menolong persalinan dengan kehamilan postmatur kecuali bidan di rumah sakit dengan kolaborasi dengan dokter.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.
Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang beresiko tinggi, dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari Hari Pertama haid terakhir. Kehamilan lewat waktu juga biasa disebut serotinus atau postterm pregnancy, yaitu kehamilan yang berlangsung selama lebih dari 42 minggu atau 294 hari.
Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum kita ketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui pasti, kelainan pada janin (anenefal, kelenjar adrenal janin yang fungsinya kurang baik, kelainan pertumbuhan tulang janin/osteogenesis imperfecta; atau kekurangan enzim sulfatase plasenta).
Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
2.      Saran
Ø  Sebaiknya persalinan dengan postmatur dilakukan di rumah sakit atas kolaborasi dengan dokter
Ø  Kehamilan postmatur harus secepatnya dideteksi untuk menghindari komplikasi terutama pada janin
Ø  Bidan sebaiknya dapat mendeteksi kehamilan postmatur untuk menghindari komplikasi dan mengambil tindakan yang tepat untuk menanganinya



DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran :EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Wiknjosastro. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Prof.Dr.dr.H.ibnu pranoto,SPAnd.,spoG(K), Dkk.2012.patologi kebidanan.penerbit fitramaya :yogyakarta

II

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar